AKHLAK MULIA SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN

AKHLAK MULIA SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN

Orang yang beriman dan bertaqwa sudah pasti berakhlak mulia, berkarakter kuat dan berkepribadian unggul. Mereka adalah prototype insan kamil dalam bentuknya yang nyata. Dan itu bukan tidak mungkin dibentuk. Artinya dalam hidup keseharian, kita menemukan orang-orang yang beriman yang sangat teguh menjalankan prinsip-prinsip agama. Meraka selalu menjaga dan memelihara sifat-sifat baik dalam setiap tutur kata dan tindakan. Hubungan vertical mereka yang intens dengan Allah, Tuhan alam semesta, membuat mereka selalu merasa diawasi dan diikuti oleh Allah. Tindak tanduk mereka jadi terarah dan terpola, selalu pada kebajikan.

Bisa saja mereka bukan produk dari lembaga pendidikan formal. Tapi kualitas ruhani mereka sangat luar biasa. Mengapa bias demikian? Karena interaksi mereka yang intens dengan Allah, itulah jawabannya. Mereka berdialog dengan Allah bukan hanya melalui ibadah semisal shalat, tetapi juga melalui ayat-ayat Alqur’an.

Karakter khas diri mereka adalah:

  1. Kehadiran mereka menjadi rahmat bagi makhluk Allah yang lain, tidak menghadirkan ancaman.
  2. Kata-kata mereka menenangkan hati, memberi motivasi, menciptakan kedamaian.
  3. Perbuatan mereka menyejukkan mata, menebar kebaikan.
  4. Pikiran mereka baik, anpa prasangka dan mencerahkan.

Pendidikan akhlak mulia yang berpusat pada hati, akan melahirkan generasi unggul yang lebih menghargai kehidupan dengan cara yang benar. Merekalah orang-orang yang bertaqwa. Mereka tidak pernah ragu dalam bertindak, karena selalu merasa diperhatikan oleh Allah. Firman-firman Allah di dalam Al-Qur’an, adalah petunjuk mereka dalam gerak dan langkah.

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (QS: Al-Baqarah: 2).

Sikap tidak ragu itulah yang mendorong mereka mengeksplorasi seluruh kemampuan yang telah Allah berikan, baik berupa kemampuan olah rasa, olah piker, dan olah hati. Sesungguhnya hanya oang –orang yang bertakwalah yang dapat memadukan tiga kemampuan itu; aspek emosioal. Aspek intelektual dan aspek spiritual.

Sedangkan pendidikan yang melulu berorientasi pada materi, sekali lagi, hanya akan menghasilkan banyak orang pintar, tapi sedikit melahirkan orang baik, apalagi jujur. Orang pintarsangat berpotensi “memintar” orang lain dengan kepintarannya, untuk mengeruk keuntungan diri sendiri atau kelompoknya. Orang baik adalah dia yang tahu menempatkan diri dan bagaimana harus bersikap. Sedangkan orang jujur adalah dia yang satu kata dengan perbuatannya. Kat-kata keluar dari mulutnya adalah cermin dari hatinya.

Hati memainkan peranan sentral dalam seluruh aktivitas dan perilaku manusia. Bahkan di sisi Allah, eksistensi, eksistensi manusia sangat ditentukan oleh kualitas hatinya. Bukan kualitas-kualitas duniawi yang bersifat material, yang seringkali hanya meninggalkan kesan baik saja, bkan kebaikan itu sendiri. Dalam sebuah syair lagu Bimbo dikatakan, “Hati adalah sermin, tempat pahala dan dosa bertarung.” Ini betapa hati menempati posisi yang sangat strategis dalam diri manusia.

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu akan dikumpulkan.”(QS: Al-Anfal: 24)

Pada ayat di atas Allah menjelaskan bahwa antara manusia dan hatinya terdapat jarak, hanya Allah yang dapat mengatur dan menyatukan hati antara sesame manusia. (Dalam konteks inilah manusia oleh para pemikir barat tidak bias dimengerti). Walaupun berbagai macam cara dilakukan, hanya Allah yang dapat mempersatukannya. Agar manusia dapat menyatukan hatinya, hanya satucara yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, (Hal. 164-169, 204-205)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *